Ortodonti adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan dengan faktor variasi genetik, pertumbuhkembangan dan bentuk wajah serta cara faktor tersebut mempengaruhi oklusi gigi dan fungsi organ di sekitarnya.. Sebagian besar perawatan ortodonti dilakukan selama periode pertumbuhan, yaitu antara usia 10 sampai dengan 15 tahun. Oklusi dan posisi dari gigi ditentukan selama periode pertumbuhan itu dan perubahan sesudah pertumbuhan yang terjadi umumnya relatif kecil..
Tujuan perawatan ortodonti adalah untuk memperoleh dan mempertahankan keadaan normal dan aktivitas fisiologik yang sebenarnya dari gigi, jaringan lunak mulut dan otot muka dan pengunyahan, dengan maksud untuk menjamin sejauh mungkin perkembangan dan fungsi dentofasial yang optimum. Memenuhi tujuan tersebut diperlukan suatu diagnosa yang tepat, rencana perawatan yang matang dan teknik perawatan yang disesuaikan dengan keperluan, dengan menggunakan peranti, baik peranti tetap maupun peranti lepasan.
Perawatan ortodonti pada waktu dulu hanya ditekankan pada segi kuratif saja. Dewasa ini, seiring dengan kemajuan ilmu kedokteran gigi, ilmu ortodonti modern lebih mengutamakan segi prefentif. Dalam ilmu ortodonti preventif terdapat suatu filosofi yang mengatakan bahwa mencegah terjadinya maloklusi marupakan suatu pilihan yang sangat bijaksana bila dibandingkan dengan melakukan perawatan ortodonti setelah terjadi maloklusi..
Strang and Thompson mengatakan maloklusi adalah ketidakwajaran dari oklusi normal gigi. Salah satu maloklusi yang paling sering terjadi adalah gigi berdesakan. Bentuk maloklusi yang perlu diwaspadai salah satunya adalah timbulnya gigi berdesakan di daerah anterior rahang bawah pada akhir masa pertumbuhan. Hasil penelitian mengenai maloklusi gigi, kelainan gigi berdesakan menunjukkan angka yang tertinggi dibandingkan dengan anomali posisi gigi yang lain. Keadaan ini dapat terjadi pada orang yang pada mulanya mempunyai lengkung gigi yang baik ataupun yang pasien yang telah selesai menjalani perawatan ortodonti..
Masalah timbulnya gigi berdesakan di daerah anterior rahang bawah pada akhir masa pertumbuhan ini telah menjadi bahan perdebatan di kalangan ahli ortodonti. Beberapa literatur menyebutkan bahwa timbulnya gigi berdesakan di daerah anterior rahang bawah pada akhir masa pertumbuhan dapat disebabkan karena pengaruh gigi molah ketiga bawah, selain itu gigi molar ketiga bawah juga diperkirakan sebagai penyebab terjadinya relaps pada pasien yang telah selesai menjalani perawatan ortodonti, tetapi belum didapatkan hubungan yang jelas antara timbulnya gigi berdesakan di daerah anterior rahang bawah dengan gigi molar ketiga bawah, sampai kemudian Bjork dan Skieller menemukan fakta bahwa gigi berdesakan di daerah anterior rahang bawah berhubungan dengan erupsi gigi molar ketiga bawah.
Para ahli menduga terjadinya relaps gigi berdesakan di daerah anterior rahang bawah dan juga terjadinya gigi berdesakan di daerah anterior rahang bawah pada akhir masa pertumbuhan, adalah disebabkan karena adanya gigi molar ketiga. Hal ini didasarkan kepada konsep awal dari perawatan ortodonti, yaitu hanya memperhatikan 28 gigi permanen yang beroklusi tanpa mempertimbangkan adanya gigi molar ketiga..
Schwartze mengusulkan suatu tindakan pencabutan gigi molar ketiga bawah untuk mencegah timbulnya gigi berdesakan di daerah anterior rahang bawah. Pencabutan gigi molar ketiga bawah dapat dilakukan setelah atau selama perawatan ortodonti jika menghalangi pergerakan gigi ke arah distal atau mengganggu retensi gigi setelah perawatan ortodonti selesai, meskipun demikian ahli ortodonti banyak yang mengesampingkan masalah ini, dengan anggapan bahwa gigi molar ketiga hanya merupakan salah satu di antara banyak faktor penyebab terjadinya keadaan gigi berdesakan di daerah anterior rahang bawah.
Penulis merasa tertarik untuk mengetahui lebih lanjut masalah pencabutan gigi molar ketiga bawah dalam bidang ortodonti khususnya untuk mencegah terjadinya gigi berdesakan di daerah anterior rahang bawah karena alasan yang telah disebutkan di atas.
Penulis berharap melalui tulisan ini dapat dipelajari tentang pencabutan gigi molar ketiga bawah untuk mencegah gigi berdesakan di daerah anterior rahang bawah, serta dapat menjadi masukan bagi penelitian lebih lanjut dalam bidang ortodonti tentang masalah pencabutan gigi molar ketiga bawah khususnya untuk mencegah terjadinya gigi berdesakan di daerah anterior rahang bawah.
Pertumbuhkembangan Gigi Molar Ketiga Bawah
Gigi molar ketiga bawah sangat menarik sebagai bagian dari perkembangan manusia karena mempunyai variasi morfologi yang luas dan frekuensi kegagalan pembentukannya untuk berkembang secara lengkap satu atau lebih gigi molar ketiga yang tinggi..
Rata-rata gigi molar ketiga bawah mengalami kalsifikasi pada usia 9 tahun dan erupsi penuh pada usia 20 tahun. Proses pembentukan akar sempurna terjadi pada usia 22 tahun. Dengan keluarnya gigi molar ketiga, maka selesailah proses erupsi aktif gigi tetap.
Puncak tonjol mesial dan distal dari gigi molar ketiga bawah dapat diidentifikasi pada usia kurang dari 8 tahun. Kalsifikasi enamel lengkap terjadi pada usia 12 sampai 16 tahun. Erupsi terjadi antara usia 15 sampai 21 tahun atau lebih dan akar terbentuk lengkap antara usia 18 sampai 25 tahun
Peneliti lain mengatakan justru batas tertua pembentukan awal yang paling penting, karena rata-rata pasien siap untuk menerima perawatan ortodonti pada usia 12 tahun dan ini biasanya atas pertimbangan dari usia optimum untuk kebanyakan perawatan maloklusi. Penting kiranya untuk mengetahui kapan gigi molar ketiga bawah mulain berkembang sebelum menyatakan dimulainya rencana perawatan.
Gigi Berdesakan Anterior Rahang Bawah
Gigi berdesakan atau crowding secara umum dapat dikatakan sebagai suatu keadaan dimana terjadi disproporsi antara ukuran gigi dan ukuran rahang dan bentuk lengkung. Tiga keadaan yang memudahkan lengkung gigi menjadi berdesakan adalah lebar gigi yang besar, tulang basal rahang yang kecil atau kombinasi dari gigi yang lebar dan rahang yang kecil. Howe dalam penelitiannya menemukan bahwa pada kasus dengan gigi berdesakan mempunyai lengkung gigi yang lebih kecil, daripada kasus tanpa atau sedikit gigi berdesakan.
Usia dimana gigi bertambah berdesakan adalah antara usia 13-14 tahun, dan kemudian mungkin akan berkurang. Hunter and Smith menemukan bahwa berdesakannya gigi terbanyak ditemukan pada usia 9 tahun, sedangkan peneliti lain menemukannya pada usia 12-13 tahun. Peneliti menghubungkan timbulnya masalah ini dengan adanya perubahan pada individu selama proses perkembangan. Keadaan gigi berdesakan pada akhir masa pertumbuhan dapat terjadi pada individu yang pada mulanya mempunyai lengkungan gigi yang baik dan keadaan ini akan bertambah parah jika sejak awal usia pertumbuhan keadaan giginya telah berdesakan.
Van der Linden menklasifikasikan gigi berdesakan berdasarkan etiologinya, yaitu:
1. gigi berdesakan primer. Penyebab hal ini adalah perbedaan ukuran gigi dan ukuran rahang, terutama dikendalikan oleh faktor genetik,
2. gigi berdesakan sekunder. Penyebabnya adalah faktor lingkungan, menurut Barber faktor lingkungan yang dianggap berpengaruh terhadap berdesakannya gigi adalah tekanan otot yang abnormal, penyimpangan arah erupsi gigi, kekuatan oklusal karena migrasi gigi ke mesial, dan kehilangan panjang lengkung gigi karena karies,
3. gigi berdesakan tersier. Berkembang pada pertengahan atau akhir usia remaja, yang menunjukkan gigi yang terlambat berdesakan dimana sebelumnya gigi tersebut tidak mengalami gigi berdesakan atau adanya relaps dari gigi berdesakan beberapa tahun setelah alat retensi dilepas.
Gigi berdesakan tersier sering diistilahkan lain, seperti postpubertal crowding, late lower arch crowding, atau crowding postretention. Peneliti lain mengklasifikasikannya dalam gigi berdesakan sekunder. Gigi molar ketiga banyak diduga sebagai penyebab dari gigi berdesakan tersier, karena terjadinya gigi berdesakan ini bersamaan waktunya dengan erupsi gigi molar ketiga.
Pencabutan Molar Ketiga Bawah
Oklusi fungsional yang normal serta keseimbangan dengan struktur pendukung dan otot sekitarnya kadang-kadang menuntut pengurangan satu gigi atau lebih. Pemilihan gigi untuk dicabut pada perawatan ortodonti tergantung pada kondisi klinis lokal, termasuk besarnya perbedaan (discrepancy) antara lengkung gigi dan lengkung basal tulang rahang, profil wajah, kesehatan umum pasien, umur erupsi, posisi gigi, derajat kemiringan dentoalveolar, usia pasien dan keadaan susunan gigi sebagai suatu keseluruhan yang berhubungan dengan basis kranii. Hal lain seperti bentuk gigi, ukuran gigi, derajat kemiringan, tambahan, ketinggian tonjol lingual dan lain sebagainya juga perlu dipertimbangkan.
Ukuran gigi dan ukuran lengkung rahang banyak dipengaruhi oleh sifat genetik seseorang. Ukuran lengkung gigi mempunyai pengaruh terhadap besarnya ukuran tulang basal dan fungsi otot mulut. Ukuran gigi yang terlalu besar dibanding ukuran lengkung rahang, akan menimbulkan kedaan gigi berdesakan, untuk itu perlu dilakukan pengurangan ukuran gigi dengan cara pencabutan terhadap gigi tertentu. Sebelum dilakukan pencabutan gigi, terlebih dahulu perlu diperhatikan keadaan giginya, posisi gigi yang berdesakan dan posisi gigi secara keseluruhan.
Pencabutan gigi dapat dilakukan bila ukuran lengkung basal kurang sempurna dan susunan gigi yang baik tidak mungkin didapatkan tanpa mengakibatkan timbulnya relaps karena adanya daya dari dalam tulang rahang setelah perawatan ortodonti selesai. Pencabutan gigi juga dapat dilakukan untuk mengurangi kemiringan dentoalveolar dan untuk memperbaiki profil wajah.
Pembahasan
Masalah utama yang masih perlu dicari jawaban ialah pencabutan molar ketiga bawah untuk mencegah gigi berdesakan terutama di daerah anterior rahang bawah. Terdapat suatu kecenderungan yang kuat pada masyarakat modern akan terjadinya suatu keadaan gigi berdesakan di daerah anterior rahang bawah akhir masa pertumbuhan.
Dugaan bahwa gigi molar ketiga bawah menyebabkan terjadinya gigi berdesakan di daerah anterior rahang bawah mendapat banyak perhatian dari para ahli ortodonti dan menjadi bahan pertentangan dan spekulasi pada beberapa literatur. Beberapa hasil penelitian para ahli dan menunjukkan adanya pendapat, baik yang mendukung atau menolak dugaan tersebut.
Moore menerangkan tentang perbedaan pertumbuhan dari daerah pertumbuhan muka, seandainya pertumbuhan kondilus masih berlanjut terus setelah pertumbuhan tulang tuberositas maksilaris berhenti, maka dapat terjadi perubahan hubungan anteroposterior antara rahang bawah dan rahang atas. Pertumbuhan ke depan dari kondilus ini akan menggerakkan gigi rahang bawah maju ke depan, sedangkan pada saat itu rahang bawah masih beroklusi dengan rahang atas. Susunan rahang atas melalui tegangan otot diperkirakan menahan gigi anterior rahang bawah yang bergerak ke depan dan menghasilkan berdesakannya gigi insisif rahang bawah.
Keadaan gigi berdesakan pada akhir masa pertumbuhan dapat terjadi pada individu yang pada mulanya mempunyai lengkungan gigi yang baik dan keadaan ini akan bertambah parah jika sejak awal usia pertumbuhan keadaan giginya telah berdesakan. Banyak literatur menyebutkan bahwa masalah ini berhubungan dengan erupsi gigi molar ketiga.
Funder menemukan bahwa pada individu yang mempunyai gigi molar ketiga bawah lengkap, posisi gigi molar pertama tetap rahang bawah lebih ke depan dan gigi-gigi insisif rahang bawah mempunyai inklinasi lebih labioversi dibandingkan dengan individu yang gigi molar ketiganya agenisi. Laskin mewawancarai lebih dari 600 ahli ortodonti dan 700 ahli bedah mulut, dan menemukan bahwa 65% mempunyai pendapat bahwa pada suatu waktu akan menyebabkan berdesaknya gigi anterior rahang bawah, tetapi sekarang tidak ada kebulatan pendapat tentang pengaruh yang mungkin dari gigi molar ketiga terhadap kestabilan rahang bawah.
Broadbent membuktikan bahwa gigi molar ketiga bawah dan gigi insisif bawah keduanya saling memperngaruhi terhadap timbulnya kelainan pada tulang wajah untuk mencapai ukuran dan proporsi yang sesuai pada usia dewasa. Cryer menyebutkan bahwa keadaan gigi molar ketiga bawah yang impaksi dan gigi berdesakan di daerah anterior rahang bawah merupakan tanda-tanda pemendekan ukuran rahang. Keadaan ini merupakan masalah yang cukup serius dan sangat sering dijumpai pada masyarakat modern.
Vego melakukan pengujian terhadap 40 pasien yang mempunyai gigi molar ketiga bawah dan 25 pasien tidak mempunyai gogo tersebut dan semua pasien tidak mengalami perawatan ortodonti, setiap lengkung gigi pasien diukur dalam dua interval waktu. Pertama pada saat setelah erupsi gigi molar kedua, pada usia rata-rata 13 tahun dan kedua pada usia rata-rata 19 tahun. Dalam hal ini gigi berdesakan dibatasi sebagai kehilangan dari perimeter rahang, dari model pertama ke model kedua, yang akan memperlihatkan penambahan rotasi dan susunan gigi yang tidak baik. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengurangan dari perimeter rahang kurang terlihat menonjol pada orang tanpa gigi molar ketiga. Dia berkesimpulan bahwa erupsi gigi molar ketiga bawah dapat memberikan tekanan pada gigi terdekat dan menunjukkan bahwa banyak faktor yang terlibat dalam berdesakannya gigi pada lengkung rahang.
Vego menyatakan bahwa pada waktu gigi molar ketiga erupsi, dapat timbul suatu daya tekan pada bagian proksimal gigi di depannya. Gooris berpendapat bahwa daya tekan gigi molar ketiga akan menyebabkan pergeseran gigi di depannya ke arah anterior dan akan memperparah gigi berdesakan di daerah anterior rahang bawah.
Penelitian yang memperlihatkan mekanisme terjadinya penekanan oleh gigi posterior pada penambahan berdesakannya gigi anterior rahang bawah, dikemukakan oleh Richardson. Penelitian ini menemukan terjadinya pengurangan gigi berdesakan di daerah posterior diikuti dengan penambahan berdesakannya gigi di daerah anterior. Disimpulkan bahwa ruangan yang didapat untuk penambahan ruang di regio molar didapat dalam batas tertentu, dengan berdesakannya gigi yang jauh ke depan dari lengkung rahang.
Schwartze membandingkan perubahan posisi gigi molar pada 56 pasien yang benih gigi molar ketiganya telah dicabut dengan 49 pasien yang gigi molar ketiganya berkembang sempurna. Hasil penelitiannya menemukan masalah gigi berdesakan di daerah anterior rahang bawah terjadi lebih banyak pada kasus pasien dengan gigi molar ketiga yang lengkap. Hal ini diperkirakan karena adanya daya tekan yang ditimbulkan oleh gigi molar ketiga ke arah sagital, sehingga menyebabkan terjadinya pergeseran gigi molar kedua dan pertama ke depan.
Pergerakan tegak lurus gigi insisif rahang atas dan rahang bawah akan mengakibatkan pengurangan ke dalam dan lebar lengkung rahang. Bila pada proses ini ada tahanan dari gigi di posterior maka dapat timbul keadaan gigi berdesakan di daerah anterior.
Banyak bukti yang memberikan dukungan terhadap teori yang menyatakan bahwa timbulnya masalah gigi berdesakan di daerah anterior rahang bawah pada akhir masa pertumbuhan, disebabkan oleh adanya tekanan dari arah belakang lengkung rahang. Tekanan ini dihasilkan oleh proses perkembangan gigi molar ketiga bawah, pergerakan fisiologis gigi posterior ke arah mesial atau karena tekanan yang diperoleh dari daya oklusi pada gigi yang berinklinasi ke arah mesial.
Pertumbuhan rahang bawah yang masih terus berlanjut setelah pertumbuhan tuberositas maksilaris berhenti mengakibatkan terjadinya perubahan hubungan anteroposterior antara rahang atas dan rahang bawah. Gerakan pertumbuhan rahang bawah ke arah depan juga diikuti oleh gigi di rahang bawah, tetapi pergerakan ini akan dihambat oleh gigi anterior rahang atas beserta ototnya sehingga gigi insisif rahang bawah bergeser ke arah distal. Pencabutan gigi molar ketiga bawah dapat memberi tempat di bagian distal untuk gigi di depannya selama proses pertumbuhan.
Bergstorm and Jensen mempelajari 50 sampel kasus pasien dengan agensi satu sisi gigi molar ketiga rahang bawah. Hasil penelitian mereka ternyata ditemukan banyak kasus gigi berdesakan di daerah anterior rahang bawah terjadi pada sisi yang gigi molar ketiga tidak agenisi. Suatu penelitian yang dilakukan oleh Sheneman terhadap 49 pasien pasca perawatan ortodonti selama 66 bulan, menemukan bahwa pada pasien dengan gigi molar ketiga yang hilang secara kongenital, susunan giginya dalam lengkung rahang lebih stabil dibandingkan dengan pasien yang mempunyai gigi molar ketiga. Termasuk ke dalam sampel ini, sebanyak 7 pasien dengan gigi molar ketiga yang dapat beroklusi baik pada kedua sisinya, 31 pasien dengan kasus impaksi gigi molar ketiga pada kedua sisi rahang.
Hasil pengamatan Lindqvist and Thinlander menemukan sebanyak 70% dari subjek yang diteliti, menunjukkan perubahan panjang lengkung rahang pada sisi pencabutan dan sisi kontrol selama periode observasi. Lima subjek menunjukkan perubahan yang berarti setelah dilakukanpengamatan yang lebih lama. Pencabutan gigi molar ketiga bawah terlihat mempunyai pengaruh besar terhadap perubahan panjang lengkung rahang pada sebagian besar subjek yang diteliti. Timbulnya perbedaan perubahan panjang lengkung rahang pada sisi pencabutan dan sisi kontrol, mungkin dipengaruhi oleh ada atau tidaknya gigi molar ketiga.
Sheneman menyebutkan bahwa pencabutan gigi molar ketiga bawah pada pasien yang dirawat ortodonti karena kasus gigi berdesakan akan memberikan hasil yang lebih stabil dibandingkan dengan pasien yang mempunyai gigi molar ketiga lengkap. Vego mengatakan bahwa pada individu yang mempunyai gigi molar ketiga lengkap terdapat pengurangan perimeter lengkung gigi sebesar 40,8 mm dibandingkan dengan individu yang tidak mempunyai gigi molar ketiga.
Woodside menolak konsep mengenai perkembangan gigi molar ketiga memberikan tekanan pada lengkung gigi, tetapi menerima konsep pencabutan awal dari molar ketiga mengakibatkan pergerakan ke distal dari gigi molar yang lain.
Peneliti lain mengemukakan bahwa peran gigi molar ketiga bawah terhadap timbulnya masalah gigi berdesakan di daerah anterior rahang bawah hanya sedikit sekali. Kalaupun ada, hal itu berhubungan dengan perubahan lengkung gigi dalam waktu yang lama. Shanley and Lundstrom juga tidak menemukan perbedaan yang berarti antara gigi molar ketiga yang impaksi, erupsi atau hilang secara kongenital terhadap timbulnya masalah gigi berdesakan.
Kaplan melakukan suatu pengamatan terhadap timbulnya masalah gigi berdesakan pasca retensi pada kelompok pasien yang telah selesai dirawat ortodonti. Penelitiannya pada 75 orang pasien yang diteliti modelnya pada saat sebelum perawatan, sesudah perawatan dan 10 tahun pasca retensi serta gambaran sefalogram lateralnya. Dia menemukan adanya kecenderungan terjadinya relaps pada sejumlah besar pasien tetapi tidak ditemukan adanya perbedaan yang berarti antara kelompok pasien yang gigi molar ketiganya erupsi, impaksi atau agenisi. Dia menyimpulkan bahwa adanya adanya gigi molar ketiga tidak menghasilkan derajat yang tinggi dari berdesakannya gigi anterior rahang bawah dan atau relaps rotasional setelah penghentian retensi. Dia menekankan bahwa perubahan posisi gigi dan dimensi lengkung rahang tidak dipengaruhi oleh gigi molar ketiga. Dia berpendapat bahwa teori gigi molar ketiga memberikan tekanan pada gigi di sebelah mesialnya adalah tidak berdasar, tetapi Schulhof mengatakan pengaruh gigi molar ketiga terhadap perubahan dimensi lengkung rahang dan posisi gigi dapat terlihat bila dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan perhitungan statistik yang berbeda.
Suatu pengamatan yang dilakukan oleh Stemm terhadap 29 orang pasien yang berusia antara 14-20 tahun dan belum perah dirawat ortodonti, menemukan bahwa ada atau tidaknya gigi molar ketiga bawah tidak berpengaruh perubahan lebar dan panjang lengkung rahang atau pergerakan gigi.
Kesepakatan pendapat atau kesimpulan penelitian mengenai peran gigi molar ketiga bawah terhadap kestabilan gigi insisif rahang bawah hingga saat ini masih belum ada. Beberapa literatur menyebutkan pentingnya dilakukan penelitian yang lebih lanjut tentang peranan molar ketiga bawah terhadap kestabilan gigi insisif rahang bawah dengan melakukan pengujian terhadap sampel yang lebih besar.
Berdasarkan beberapa literatur yang penulis baca masih banyak terdapat perbedaan pendapat mengenai pengaruh pencabutan gigi molar ketiga untuk mencegah terjadinya gigi berdesakan di anterior rahang bawah. Apabila lebih banyak lagi literatur yang dibaca mungkin akan ditemukan kebulatan pendapat mengenai hal tersebut.
Hingga saat ini masih belum ada kesepakatan pendapat atau kesimpulan penelitian mengenai peran gigi molar ketiga bawah terhadap kestabilan gigi insisif rahang bawah oelh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai masalah tersebut.
Posting Komentar