Usulan kenaikan gaji tersebut dikemukakan Muhaimin saat mengadakan pertemuan bilateral dengan Secretary of Labour and Welfare (Menteri tenaga Kerja dan Kesejahteraan) Hong Kong Matthew Cheung Kin-chung di Kantor Pusat Pemerintahan Hong Kong pada Jumat (27/9).
"Selain meminta jaminan perlindungan yang lebih baik bagi seluruh TKI di Hong Kong, secara resmi kami sampaikan juga langsung adanya usulan kenaikan gaji bagi TKI yang bekerja di sana," kata Muhaimin melalui siaran persnya.
Muhaimin mengatakan, pemerintah Indonesia mengusulkan ada kenaikan gaji TKI menjadi sekitar 4.200 dolar Hong Kong Per bulan. Saat ini, gaji minimum bagi TKI di Hongkong sebesar 3.920 dolar Hong Kong per bulan, ditambah tunjangan makan (food allowance) sebesar 875 dollar Hong Kong per bulan.
"Posisinya pemerintah Hongkong menerima usulan kenaikan gaji minimum ini. Namun masih belum sepakat pada berapa idelanya jumlah besaran kenaikan gajinya. Kami masih negosiasikan soal gaji ini. Namun kami tetap menginginkan gaji minimum di sana lebih dari 4.000 dolar Hong Kong," kata Muhaimin.
Negosiasi soal kenaikan gaji minimum ini, kata Muhaimin, akan terus dilakukan melalui pertemuan-pertemuan berikutnya antarperwakilan pemerintah. Muhaimin optimis kenaikan gaji minimum ini bakal terwujud dalam waktu dekat.
Muhaimin mengatakan, kenaikan gaji TKI diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup TKI selama bekerja, serta meningkatkan kesejahteraan keluarganya di Tanah Air melalui pengiriman uang gajinya (remitansi).
Dikatakan, untuk ke depannya pihak Kemnakertrans akan terus berkoordinasi dengan Kementerian luar negeri melalui KJRI Hong Kong untuk melakukan negosiasi kenaikan gaji minimum untuk TKI di Hong kong. Saat ini, jumlah TKI yang bekerja di Hong kong per Juli 2013 berjumlah 150.236 orang dengan komposisi pekerja perempuan sebanyak 99,9 persen sedangkan laki-laki hanya 0,01 persen . TKI yang bekerja di Hong Kong didominasi perempuan yang berpfrofesi sebagai domestik worker dengan usia rata-rata berkisar antara 21-35 tahun.
Aspek Perlindungan TKI
Dalam kesempatan yang sama, Muhaimin pun mendesak agar pemerintah Hong Kong meningkatkan aspek perlindungan bagi TKI yang bekerja di sana. Kasus penyiksaan yang terjadi pada TKI Kartika Puspitasari harus menjadi kasus pertama dan terakhir di Hong Kong.
"Dalam pertemuan bilateral tersebut pemerintah Hong Kong berjanji memberikan jaminan perlindungan maksimal kepada TKI dan tenaga kerja asing lainnya yang bekerja di Hong Kong. Mereka pun tidak ingin kasus seperti ini terulang dan berjanji akan menjatuhkan hukuman berat kepada pelaku penyiksaan terhadap TKI," kata Muhaimin.
Muhaimin mengatakan, pemerintah Indonesia dan Hong Kong sepakat bahwa setiap kasus yang menimpa TKI harus segera diselesaikan dengan prinsip keadilan. Penyiksaan terhadap TKI seperti kasus Kartika Puspitasari harus menjadi kasus pertama dan terakhir yang tak boleh terulang kembali di Hong Kong.
Seperti telah diketahui Kartika Puspitasari (30), TKI di Hong kong mengalami nasib nahas. Dia disiksa oleh majikannya selama kurun dua tahun. Dia dipukul dengan rantai sepeda, serta disetrika. Tak cuma itu, Kartika juga dipaksa memakai popok, dan diikat ke kursi tanpa makanan dan air selama lima hari, selama majikannya berlibur bersama anak-anaknya ke Thailand.
Tai Chi Wai, (42 tahun) dan Catherine Au (41), suami istri yang melakukan penyiksaan berat terhadap Kartika Puspitasari, mendapatkan hukuman yang berat dan setimpal.
Setelah dituntut secara pidana dan mendapatkan vonis hukuman dari pengadilan Hongkong berupa penjara selama 5 tahun 6 bulan bagi sang istri dan 3 tahun 3 bulan bagi untuk suami, kini mereka pun harus menghadapi tuntutan hukum perdata dengan ancaman denda yang maksimal
Bersamaan dengan itu, pemerintah Indonesia pun terus memperjuangkan penyelesaian kasus ketenagakerjaan (labour case) agar TKI Kartika mendapatkan hak-hak normatif seperti gaji dan tunjangan makan yang tak diberikan selama 2 tahun bekerja serta mendapatkan santunan ganti rugi atas penderitaan yang dialaminya.
Saat ini Kartika masih berada dalam perlindungan pemerintah Indonesia dan menunggu proses pengadilan di Hongkong. (ARW)
Posting Komentar